Rasanya belum lama aku terlelap, ketika tiba-tiba terdengar suara gaduh di luar tenda, disertai teriakan dan bentakan nyaring para senior membangunkan kami. Sesekali terdengar pula letusan-letusan, yang entah dari mana.
Dengan terhuyung-huyung aku bangun dan langsung berjalan
menuju tanah lapang di kompleks perkemahan, di sebuah hutan wisata di Kabupaten
Semarang itu. Sebagai yunior di sebuah ekstrakurikuler pecinta alam di SMA itu,
aku dan teman-teman anak baru lainnya tak ada yang berani membantah. Apalagi
kebanyakan dari kami, yang ketika SMP belum pernah ada yang ikut ekstrakurikuler
semacam itu.
Kami pun mengiyakan saja, ketika diminta untuk berbaris
sesuai kelompok masing-masing. Tak ada satu pun yang sempat membawa lampu baterai
atau jaket. Bahkan ada pula yang hanya mengenakan sandal jepit.
‘’Baiklah adik-adik, apakah semuanya sudah berkumpul ?
Tolong setiap ketua regu mengecek anggotanya masing-masing,’’ perintah Susi,
senior paling tua di kelompok panitia.
‘’Siap senior, sudah lengkap,’’ sahut para ketua regu
bergantian.
‘’Baiklah, sekarang setiap peserta harus berjalan
sendiri, dengan mengikuti petunjuk yang ada di sepanjang jalan. Petunjuk tersebut
bisa berupa ranting yang dipatahkan, coretan kapur, dan tanda panah. Kalau
ketemu ranting yang dipasang bersilang, itu tandanya tidak boleh dilewati.
Harus cari jalan lain. Apakah kalian siap ?’’
‘’Siap senior !!!’’ sahut kami bersamaan.
Mulailah kami berjalan satu persatu, dengan setiap
peserta diberi jeda waktu 5 menit. Dan sialnya, akulah yang pertama mendapat
giliran.
Bagi ku yang sejak kecil jadi penakut luar biasa, gojlokan
malam itu sungguh keterlaluan. Jangankan jalan sendirian di hutan, biasanya ke
kamar mandi pun aku minta diantar.
Tapi malam itu, mau tak mau saya harus mengikuti
perintah. Bagaimana pun bakal malu, kalau ketahuan aku seorang penakut. Bagi
ku, gojlokan malam itu adalah ujian berat.
‘’Aku aku harus lulus,’’ begitulah aku memberi semangat
pada diriku sendiri.
Tetapi bagaimana caranya ? Bagaimana pula kalau ketemu
hantu ? Apa yang harus aku lakukan ?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar-putar dalam
benakku, sampai kemudian mataku menangkap setumpuk batu yang disusun segitiga seperti
piramid. Melihat pemandangan itu, langkahku terhenti. Aku heran, mengapa ada
orang yang sempat-sempatnya menyusun batu seperti itu.
Aku terus bertanya-tanya, sampai akhirnya teringat pada
pesan senior, bahwa akan ada petunjuk-petunjuk di jalan. Aku hampir senang
melihat tanda itu. Tetapi kemudian rasa senang itu harus kupupus sendiri,
karena tanda itu bukan berupa ranting yang dipatahkan, coretan kapur, atau tanda
panah.
Tiba-tiba rasa takut menyergapku kembali, karena tanda
ini justru mengingatkanku pada makam. Mungkinkah ada makan di sini. Kalau
memang ini makam, siapakah yang bersemayam di dalamnya.
Tiba-tiba seperti ada yang menggerakkan tanganku untuk
memungut dua buah batu, di dekat tumpukan itu. Dengan membaca-baca doa
sebisanya, aku mulai melanjutkan perjalanan. Kali ini aku menjadi lebih waspada
dengan mengamati keadaan sekeliling.
Sekitar 30 menit aku berjalan, ketika tiba di sebuah
pohon besar. ‘’Kresek....kresek...kresek...’’ terdengar suara aneh di dekat
pohon itu. Bulu kuduk ku mulai berdiri dan perasaan ku makin tak karuan.
Benar saja, tiba-tiba dari balik pohon itu meloncat
sesosok putih dengan ikatan di atas kepalanya.
‘’Po...po....po...pocong !!!!’’ jeritku. Spontan dengan
sekuat tenaga, kulemparkan batu yang kugenggam ke arah sosok itu.
Tetapi yang terjadi selanjutnya justru membuatku kaget.
Sosok itu menjerit kesakitan, sambil memegangi kepalanya.
‘’Aduh.....sakit.....’’ jerit pocong palsu yang ternyata salah
seorang kakak kelas itu.
Kali ini aku lega, tetapi sekaligus juga kasihan dan
takut.
‘’Ma.....ma....maaf senior. Saya kira tadi pocongan
beneran,’’ kataku terbata-bata.
Jadilah malam itu aku jadi peserta yang paling akhir tiba
di pos terakhir. Itupun aku harus memapah kakak kelas itu, karena kepalanya
pusing luar biasa setelah kulempar batu.
Sejak malam itu, aku mulai menemukan cara untuk mengatasi
rasa takut, bukan dengan menghilangkan objek yang ditakuti, tetapi membuat kita
menjadi lebih berani. ()
Komentar
Posting Komentar
Berikan komentar secara sopan dan no SARA